GAGAS NUSA TENGGARA

 

 

 

 

 

 

 

© Gagas Nusa Tenggara 

 

Newmont Watch

PT Newmont Nusa Tenggara adalah perusahaan kontrak karya antara Pemerintah RI dengan Newmount Gold Company dari USA. Luas wilayah kontrak perusahaan modal asing ini di provinsi NTB adalah 1.127 km2 atau hampir 50% dari luas provinsi NTB yang 2.015 km2, tersebar pada lokasi/wilayah Batu Hijau, Lemunte dan Elang yang ada di Pulau Lombok.

Produksi tambang ini dimulai pada bulan Desember 1999 dengan kapasitas produksi penambangan dan pengolahan bijih: 120.000 ton/hari, 43,8 juta ton/tahun. Produksi konsentrat: 1.589 ton/hari, 580.000 ton/tahun. Produksi tembaga: 203.000 ton/tahun. Produksi emas: 14,1 ton/tahun. Produksi perak: 45,6 ton/tahun.

Kehadiran proyek penambangan ini tidak hanya menghasilkan kilauan logam tapi juga melahirkan berbagai persoalan baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Oleh sebab itu perlu kiranya ada suatu usaha untuk mengontrol dan mengawasinya agar tidak menimbulkan ekses yang merugikan masyarakat. Kami tidak bermaksud untuk mendeskreditkan Newmont, namun harus dilihat sebagai mitra yang membantu menjalankan fungsi pengawasan. Dan melalui forum inilah kami melakukan peran tersebut.

***

 

     

LAPORAN PENGADUAN

 

INVESTIGASI NEWMONT

 

 

 

Jika anda pernah merasa dirugikan, atau mengetahui adanya praktek penyimpangan yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara yang merugikan masyarakat, silahkan menyampaikan informasi tersebut kepada kami melalui

Jika diinginkan, kami menjamin kerahasian indentitas anda sebagai nara sumber.

 

Laporan pengaduan yang kami terima selalu kami tindak lanjuti dengan melakukan investigasi. Dari sinilah kami dapat merangkai dengan lebih detil lagi bentuk-bentuk pengaduan anda dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Oleh sebab itu bantuan anda untuk mengadukan segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sangat berarti, baik bagi kami maupun masyarakat luas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Anda juga dapat memberikan pendapat maupun komentar mengenai PT. Newmont Nusa Tenggara.

Pendapat maupun komentar anda tersebut akan kami tampilkan pada halaman ini.

 

Proses Rekrutmen Pegawai Newmont Hanya Akal-akalan dan Melanggar Hukum

Divisi Purchasing Newmont Sarang Penyamun: Praktek Upeti, Mark-up dan Inside Trading Rugikan Para Pengusaha

Masyarakat Menanggung Dampak Newmont Mengeruk Untung: Analisa Dampak Sosial

 

 

 

Proses Rekrutmen Pegawai Newmont Hanya Akal-Akalan dan Melanggar Hukum

Proses rekrutmen pegawai yang dilakukan PT. Newmont Nusa Tenggara pada tahun 1999 patut diduga hanya akal-akalan belaka. Pencarian pegawai secara besar-besaran berkaitan dengan dimulainya tahap exploitasi perusahaan tambang Amerika ini disinyalir sekedar menabur mimpi dan meninabobokan masyarakat lokal. Bagaimana tidak, dari formulir pendaftaran sendiri sudah nampak unsur diskriminatif dan secara khusus akan mengeliminir masyarakat awam (baca: yang belum berpengalaman dalam dunia tambang) sebagai kandidat. Di situ tertera pertanyaan dan kolom yang harus diisi oleh mereka yang pernah terlibat di lingkungan proyek tersebut. Artinya, secara eksplisit hal ini akan membedakan antara pelamar yang pasti tidak diterima dan mereka yang kemungkinan besar akan diterima.

Sebagaimana diketahui, dengan memasuki tahap eksploitasi, maka banyak perusahaan vendor/kontraktor Newmont pada tahap explorasi yang akan berakhir kontraknya. Dengan demikian banyak pegawai dari perusahaan-perusahaan tersebut yang telah terselesaikan pula kontraknya. Mereka inilah yang tentunya sedikit tidak memiliki pengalaman yang bersentuhan langsung dengan dunia pertambangan. Jumlah dan kwalifikasi mereka tentu sudah mencukupi untuk mengisi pos-pos yang dibutuhkan oleh Newmont. Bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika hampir seluruh pelamar awam yang jumlahnya melebihi 65.000 orang akan menangguk rasa kecewa.

Banyak sekali masyarakat lokal yang ikut melamar telah mendapatkan jawaban selembar surat dari PT. Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat diterima karena tidak memenuhi kwalifikasi yang dibutuhkan. Hal ini selain membingungkan juga merupakan suatu bentuk penipuan. Jika memang betul bahwa pelamar tidak memenuhi item-item dari persyaratan yang dibutuhkan, tentu tidak menjadi persoalan. Celakanya hampir seluruh pelamar yang menerima surat penolakan ini telah memenuhi setiap item yang dipersyaratkan dalam pengumuman. Lalu apa yang digunakan sebagai alasan untuk mengeliminir mereka?

Betul bahwa pekerjaan menyeleksi pelamar adalah pekerjaan yang sangat meletihkan dan menghabiskan waktu, apalagi dengan jumlah yang mencapai puluhan ribu orang. Tapi hal ini tentunya merupakan resiko dari perusahaan yang bersangkutan. Dan perusahaan tidak bisa seenaknya mengeliminir seseorang tanpa alasan yang jelas. Seharusnya atau paling tidak Newmont melakukan tes tertulis kepada seluruh peserta yang telah memenuhi persyaratan minimal sebagaimana yang diumumkan. Dari situlah Newmont berhak dan mendapatkan alasan untuk mengeliminir peserta. Sebagai suatu perusahaan besar seharusnya Newmont telah mengerti betul mengenai etika rekrutmen pegawai. Bahkan sebagai perusahaan Amerika, Newmont pun tidak mematuhi Uniform Guidelines on Employee Selection Procedures yang ditetapkan oleh Federal Agency Guidelines, terutama menyangkut hal-hal yang direkomendasikan dalam proses penyeleksian calon karyawan.

Newmont tidak dapat menghindari Undang-Undang Equal Employment opportunity dengan tidak melakukan tes kepada para pelamar. Seluruh peraturan Equal Employment opportunity berlaku untuk semua cara dan alat seleksi, termasuk lamaran, wawancara dan rujukan. Newmont juga memiliki keharusan untuk membuktikan kepada para pelamar (yang gagal) keabsahan dan keadilan dari cara/alat penyaringan atau seleksi. Para pelamarpun memiliki hak tertentu sesuai dengan standart test dari American Psychological Association, yang antara lain menyatakan bahwa pelamar memiliki hak untuk mengharapkan bahwa hanya orang-orang yang memenuhi syarat yang harus menilai lamaran atau test mereka. Melihat berbagai kejanggalan ini dapat dipastikan bahwa mereka yang menilai atau menyeleksi lamaran para pelamar tidak cukup memenuhi persyaratan di atas. Oleh sebab itu sudah sepantasnya para pelamar menuntut keadilan melalui jalur hukum atas perlakuan ini. Tidak sebagaimana halnya kasus-kasus hukum yang lain, penggugat tidak akan direpotkan dengan pengaduan ini. Sebab dalam peraturan mengenai hal ini, perusahaan yang bersangkutanlah yang akan dituntut untuk mengajukan bukti-bukti yang sah kepada penggugat bahwa mereka telah menjalankan proses seleksi dengan benar dan sesuai peraturan hukum. Selama proses gugatan, perusahaan yang bersangkutan akan dianggap "bersalah", sampai terbukti tidak bersalah dan sanggup membuktikan keabsahan dan keadilan dari proses seleksi yang mereka laksanakan.

Sebagai perusahaan profesional dapat dipahami bahwa Newmont membutuhkan tenaga terampil dan berpengalaman. Akan lebih fair dan terhormat kiranya jika Newmont menyampaikannya hal ini secara terbuka tanpa perlu menebar mimpi kepada masyarakat lokal. Hal ini tentunya akan lebih memacu masyarakat lokal untuk meningkatkan kemampuan mereka daripada hanya bermimpi bahwa suatu waktu mereka akan dapat bekerja di Newmont dengan kemampuan mereka yang sangat minim.

Trik semacam ini tentu saja telah diperhitungkan Newmont dengan matang, dengan mengatakan bahwa mereka telah mensyaratkan Kartu Tanda Penduduk NTB untuk memuluskan putra daerah. Trik KTP murahan semacam ini sangat mudah terbaca bagi mereka yang jeli dan ini bukan merupakan cara untuk memberikan kesempatan bagi putra daerah. Sebab, para pegawai dari perusahaan vendor Newmont - yang sebagian besar berasal dari berbagai daerah - bekerja pada proyek tersebut bukan hanya dalam bilangan bulan, tapi tahun. Dengan jangka waktu yang cukup panjang tentu sebagian besar dari mereka telah memiliki KTP NTB untuk alasan praktis maupun mendukung kepentingan lainnya. Selain itu, semua orang paham betapa mudahnya untuk mendapatkan sebuah KTP. Jika Newmont serius untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi putra daerah, maka bukan KTP NTB yang harus digunakan sebagai syarat, tapi "Kelahiran" NTB.

Apapun alasannya, proses rekrutmen PT. Newmont Nusa Tenggara tersebut secara hukum telah menyalahi UU yang berlaku, baik hukum Indonesia tempat Newmont beroperasi maupun hukum Amerika tempat Newmont terdaftar sebagai perusahaan. Dengan telah diratifikasinya UU Anti Diskrimasi oleh DPR RI maka produk undang-undang tersebut telah berlaku di wilayah hukum Indonesia. Persyaratan KTP NTB adalah salah satu bentuk tindakan diskrimatif, di mana hal tersebut berarti telah menghilangkan kesempatan yang sama (equal opportunity) bagi masyarakat yang tidak memiliki KTP NTB.

Demikian pula hal tersebut melanggar hukum Amerika, yaitu Civil Rights Act 1964 beserta aturan tambahannya di tahun 1991, Equal Employment Opportunity (Persamaan Peluang Kerja) 1972, serta Executive Orders (Peraturan Pemerintah) No. 11246 dan 11375. Seluruh peraturan tersebut telah dilanggar oleh PT. Newmont Nusa Tenggara.

Pasal VII Civil Rights Act ketika diamandemenkan oleh Undang-Undang Equal Employment Opportunity pada tahun 1972 menetapkan bahwa seorang majikan tidak dapat melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kuli, agama, jenis kelamin, atau negeri asal. Secara khusus UU tersebut menyatakan bahwa praktik pemberian pekerjaan tidak sah dan melanggar hukum bila majikan:

  1. Menggagalkan atau menolak untuk mempekerjakan atau memecat seseorang atau melakukan diskriminasi menyangkut kompensasi, persyaratan, kondisi, atau hak istimewa atas pekerjaan karena alasan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negeri asal.
  2. Membatasi, memisahkan, atau mengklasifikasi karyawannya atau pelamar sedemikian sehingga akan memperkecil atau cenderung memperkecil peluang seseorang dari kesempatan mendapatkan pekerjaan, atau merugikan status karyaman atau pelamar karena ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negeri asalnya.

Executive Orders 11246 dan 11375 tidak sekedar melarang tindakan diskriminatif, tapi aturan tersebut menuntut setiap majikan untuk melakukan tindakan afirmatif (memaksa) untuk menjamin peluang kerja yang sama bagi semua orang.

Dengan demikian jelas sudah bahwa proses rekrutmen yang dilakukan PT. Newmont Nusa Tenggara hanya akal-akalan untuk menyenangkan masyarakat lokal, dan celakanya cara yang digunakan untuk menebar mimpi tersebut justru melanggar aturan hukum yang berlaku baik di Indonesia maupun di Amerika.

Bagi mereka yang cukup perduli dengan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara ini dapat melakukan perlawanan hukum ataupun memberitahukan dan menekan instansi terkait untuk mengambil tindakan. Terhadap pelanggaran perundangan Amerika anda dapat melaporkan hal ini kepada Equal Employment Opportunity Commission, Office of Federal Contract Compliance Programs, dan badan-badan hukum lainnya.

 

Divisi Purchasing Newmont Sarang Penyamun: Praktek Upeti, Mark-up dan Inside Trading Rugikan Para Pengusaha

 

Protes lantang yang kerap diteriakkan oleh berbagai asosiasi pengusaha di NTB untuk sekedar mendapatkan peluang bersaing mendapatkan proyek dari PT. Newmont Nusa Tenggara, nampaknya hanya akan tinggal gema belaka jika tidak diikuti dengan tindakan-tindakan yang lebih afirmatif. Protes ini dapat dimaklumi mengingat hanya segelintir perusahaan lokal (yang tahu "strategi") yang kecipratan pekerjaan dari perusahaan tambang tersebut.

Dapat dimaklumi jika PT Newmont Nusa Tenggara meragukan kemampuan pengusaha lokal, namun cara pengadaan proyek yang tidak fair dari Newmont sangat mengecewakan para pengusaha tersebut. Dalam pengadaaan proyeknya, Newmont tidak pernah memperhatikan azaz Fair Competition, yang memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk bersaing secara jujur dan adil. Hal inilah yang terutama dituntut oleh para pengusaha lokal. Mereka tidak keberatan tidak mendapatkan proyek asal diberi kesempatan untuk bersaing dalam proses tender. Kenyataannya, tidak pernah ada pengumuman secara terbuka dari Newmont mengenai tender yang dilaksanakan, kendati semua orang tahu banyak pekerjaan yang diberikan kepada para vendor.

Setiap kali dikejar dengan protes semacam ini PT. Newmont Nusa Tenggara selalu menghindar dengan dalih bahwa bukan mereka yang bertanggung jawab akan hal ini karena seluruh pekerjaan telah diserahkan kepada para kontraktor mereka. Harap diingat bahwa para pengusaha lokal cukup tahu diri dan tidak ingin mengambil kontrak dari PT Fluor Daniel yang mendapatkan proyek jutaan dolar atau PT John Holland Indonesia yang mendapatkan kontrak pekerjaan sipil sebesar USD 62 juta dan pekerjaan dampak lingkungan sebesar USD 7 juta. Mereka hanya mengharapkan pekerjaan-pekerjaan kecil yang sesuai dengan klasifikasi mereka.

Pengabaian dari azaz Fair Competition ini pada hakekatnya merugikan Newmont sendiri, terutama dari segi kwalitas yang didapatkan dan harga yang harus dibayarkan. Oleh karena itu patut diduga bahwa pengabaian azaz Fair Competition ini memang disengaja oleh para cecunguk di dalam Newmont yang mengharapkan keuntungan bagi diri sendiri.

Namun dalih dari perusahaan yang didirikan pada tahun 1921 oleh Kolonel William Boyce ini, bahwa mereka telah menyerahkan seluruh pekerjaan dan tanggung jawab pengadaan tender sub-kontraktor kepada para kontraktor mereka, hanya sekedar dalih belaka dan mengandung kebohongan. Sebab masih banyak pekerjaan dan pengadaan yang ditangani langsung oleh Newmont sendiri. Sebagaimana diketahui, perusahaan yang menanamkan investasi sebesar USD 1,9 miliar untuk proyek ini (50% modal pemegang saham dan sisanya pinjaman sindikasi antara lain dari bank ekspor-impor AS, bank eksim Jepang, dan Kredit Anstalt fur Wiederaufbau Jerman) memiliki berbagai divisi yang berhubungan langsung dengan dunia usaha, seperti divisi Purchasing dan Koperasi , yang melakukan pengadaan barang dan pekerjaan. Nilai kontrak yang dikeluarkan oleh divisi-divisi itu sendiri tidaklah kecil.

Divisi Purchasing, sebagai contoh, dapat memberikan kontrak pekerjaan/pembelian barang yang nilainya melebihi 1 miliar rupiah dan semuanya dilakukan secara tertutup tanpa tender. Jika didistribusikan secara fair, maka satu proyek saja sudah sanggup membantu kehidupan beberapa perusahaan lokal di NTB. Dari kantornya di lantai atas sebuah lokasi pergudangan di areal pelabuhan Tanjung Perak - Surabaya dan di lokasi Batu hijau, divisi ini berburu langsung mencari barang-barang yang dibutuhkan dan menunjuk perusahaan yang "sesuai dengan keinginan mereka". Karena kurangnya kontrol dan kompetisi yang jujur, maka para oknum dari divisi ini dengan leluasa melakukan mark-up harga dan kong-kalikong dengan pengusaha nakal. Tidaklah mengherankan jika pipa buatan Surabaya, sebagai contoh, dibawa ke Sukabumi untuk dicap "Made in USA" agar sesuai dengan klasifikasi yang dibutuhkan.

Bagi pengusaha nakal dan perusahaan yang tidak beres hal ini tentu saja menyenangkan, berbagi keuntungan dengan para oknum dan memberikan kwitansi sesuai dengan angka yang diminta oleh oknum tersebut. Demikian pula bagi para "pemain lama", hal ini sudah lazim bagi mereka. Sehingga para oknum juga banyak membawa perusahaan-perusahaan lama di tempat Newmont beroperasi sebelumnya, Menado sebagai contoh, untuk ikut pindah ke NTB agar memuluskan dan mengamankan praktek ini. Tidaklah mengherankan jika banyak sekali bermunculan cabang-cabang perusahaan di NTB dengan kantor seadanya tapi gemuk penghasilan. Mereka ini pula yang sering dijadikan bemper oleh Newmont dengan mengatakan bahwa mereka telah memberi pekerjaan kepada pengusaha lokal (palsu). Kong-kalikong inipun banyak melahirkan perusahaan 'fiktif' dengan berbagai alamat yang berbeda. Tapi kenyataannya,, seluruh perusahaan tersebut milik satu orang yang dioperasikan dari satu ruang kecil dengan empat saluran telephone dan fax, sesuai dengan jumlah perusahaan "fiktif"-nya.

Sementara perusahaan-perusahaan kolutif tersebut telah ahli dengan pembuatan kwitansi ganda, tapi tidak demikian halnya dengan perusahaan besar yang terorganisir dengan baik. Kami beberapa kali mendapatkan pengaduan dan keluhan dari bagian komersial perusahaan karena mereka tidak bisa mempertanggung-jawabkan nilai penjualan setelah diadakan internal-audit. Selisih yang menyulitkan mereka ini adalah upeti/mark-up yang diminta oleh para oknum tersebut.

Disinyalir praktek yang sama juga berlaku di koperasi pegawai milik Newmont. Para oknum berlomba-lomba membuat perusahaan "fiktif" untuk pengadaan kebutuhan koperasi. Praktek inside-trading dan mark-up tetap berjalan dengan mulus.

Seharusnya PT. Newmont Nusa Tenggara memperketat pengawasannya dan melaksanakan azaz Fair Competition. Selain menguntungkan Newmont dari segi kwalitas barang dan harga, juga dapat membantu menghidupkan pengusaha lokal NTB. Dan yang lebih penting adalah menjaga citra PT. Newmont Nusa Tenggara di mata masyarakat luas.